Sabtu, 17 Oktober 2009

proposal bisnis melon

Bergerak Di Bidang Pembibitan Melon Berkualitas


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 RINGKASAN EKSEKUTIF

CV Sari Rejeki akan didirikan secara kelompok dengan dana bersama. Bergerak dalam bidang usaha tani pembibitan melon dengan lokasi yang terletak di Desa Kalianget Barat Kabupaten Sumenep karena memiliki lahan kering dan memiliki letak yang strategis antara lain dekat dengan kota Sumenep.

Lokasi pembibitan dibuat sebagaimana tidak jauh beda dengan kelompok produksi pembibitan yang lain. industri ini juga menjaga dari hama dan penyakit yang biasanya dapat mempengaruhi kualitas produksi bibit melon . produksi ini terletak agak jauh dari perumahan warga agar tidak mengganggu masyarakat sekitar. Di sini juga kegiatan produksi terstruktur dengan baik sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.

Bisnis ini bergerak di bidang pembibitan melon. Dengan modal awal Rp. 4.637.000 dengan kisaran harga Rp 700 perbibit.

1.2 LATAR BELAKANG

Kegiatan budidaya tanaman hortikultura yang meliputi sayuran dan buah-buahan semakin banyak diminati petani, karena komoditas ini mampu memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman padi dan palawija pada areal sawah yang sama. Beberapa komoditas hortikultura seperti tanaman cabai, semangka, dan melon menuntut pekerjaan yang lebih intensif dan biaya yang lebih besar, namun demikian keuntungan yang diraih masih sesuai dengan pengorbanan yang dikeluarkan.

Melon (Cucumis melo, L) tergolong tanaman semusim yang tumbuh merambat, berbatang lunak dari setiap pangkal tangkai daun pada batang utama tumbuh tunas lateral. Pada tunas lateral inilah muncul bunga betina (bakal buah) yang rata-rata mampu menghasilkan 1-2 calon buah. Namun tidak semuanya menjadi buah, calon buah yang tidak sempat diserbuki akan gugur. Untuk itu, kegiatan penempelan tunas lateral yang bakal buahnya akan dijadikan buah.

1.3 GAMBARAN UMUM

CV Sari Rejeki bergerak di bidang produksi pembibitan melon. Pembibitan melon ini merupakan usaha yang dilakukan untuk memproduksi bibit melon yang saat ini mempunyai prospek yang lebih diminati kalangan masnyarakat, dengan demikian masyarakat bisa membudidayakan melon produksi baik di halaman rumahnya sendiri. Dalam pembibitan ini diharapkan mampu mengasilkan tanaman yang berkualitas dan kuantitas baik. Karena dalam pembibitan terdapat beberapa pelindung dan kondisi tempat yang selalu sesuai dengan kondisi yang diinginkan.

a. Visi

Menghasilkan benih dan buah melon yang berkualitas unggul

b. Misi

· Memenuhi permintaan pasar

· Mempermudah konsumen dalam mendapatkan bibit melon

c. Motto

Pembeli bagi kami adalah RAJA


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Profil dan Kegiatan Teknik Budidaya

Melon (Cucumis melo L) merupakan tanaman semusim yang tumbuh menjalar mirip ketimun. Namun, dalam budidayanya, tanaman melon dapat dirambatkan pada turus bambu. Buah melon umumnya berbentuk bulat dengan jala-jala (net) tampak jelas pada permukaan kulitnya seperti jenis Silver Light, Sun Lady, Snow Charm, dan lain-lain.

Daya adaptasinya luas, sehingga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asalkan banyak mengadung bahan organic dan memiliki pH tanah mendekati netral. Keasaman (pH) tanah optimal bagi tanaman melon berkisar 6,0-6,8. Waktu tanam yang paling ideal adalah pada musim kemarau namun masih dapat tumbuh dan berbuah besar pada musim penghujan walaupun banyak kendalanya seperti serangan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan.

Varietas melon yang dikembangkan adalah jenis Sky Rocket. Kedua jenis melon ini memiliki jarring (net) pada permukaan kulit buahnya. Daging buahnya sangat menarik yakni berwarna hijau kekuningan, rasanya manis, berair dan aomnya harum. Buah ini sangat digemari, terutama dihidangkan dalam bentuk segar. Di dalam perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan penyedap rasa atau memberikan aroma yang khas, seperti sirup rasa melon, dan permen rasa melon yang sering kita jumpai di toko-toko makanan atau supermarket.

A. TAKSONOMI

Menurut Steenis (1975), tanaman melon dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Class : Angiospermae

Famili : Cucurbitales

Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis melo L

B. SYARAT TUMBUH

Setiap jenis tanaman memiliki persyaratan tumbuh tersendiri sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Tanaman melon juga mempunyai persyaratan tumbuh yang berbeda dengan jenis tanaman lain. Faktor iklim, seperti kelembban udara, suhu udara, curah hujan, penyinaran cahaya matahari dan angin merupakan faktor yang sulit dikendalikan oleh manusia dan sangat berpengurh terhadap pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, lokasi harus dipilih yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya agar tanaman dapat berproduksi secara baik.

  1. Keadaan iklim

Melon (Cucumis melo, L) termasuk kelompok tanaman C-3. Sifat utama tanaman C-3 adalah efisiensi fotosintesisnya rendah. Oleh karena itu, tanaman melon menghendaki sinar matahari yang lama, yaitu berkisar antara 10-12 jam per hari

Curah hujan yang ideal untuk tanaman melon adalah berkisar antara 2.000-3.000mm/tahun. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan lamanya penyinaran matahari menjadi lebih pendek sehingga tidak sesuai dengan persyaratan pertumbuhan tanaman.

Suhu udara yang dibutuhkan unutk proses perkecambahan benih melon adalah sekitar 260 C. sedangkan pada periode pertumbuhan diperlukan suhu udara sekitar 200-300 C dan pada proses pematangan buah dibutuhkan suhu udara pada siang hari kembali naik dan penurunan suhu udara pada malam hari tidak begitu mencolok.

Kelembapan udara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman melon adalah sekitar 70%-80%. Pada kondisi kelembaban udara melebihi syarat tumbuhnya, tanaman menjadi mudah terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh fungi (jamur).

  1. Keadaan tanah

Keadaan tanah yang sesuai dengan tanaman melon adalah tanah yang subur, gembur, dan kaya bahan organic. Keadaan tanah yang tingkat kemasamannya rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal. Pengapuran untuk tanah asam dapat menggunkan kapur dolomite atau CaMg (CO3)2 yang dapat dibeli di toko-toko pertanian.

  1. Topografi tanah

Keadaan topografi tanah berpengaruh cukup besar terhadap cara pembudidayaan tanaman melon. Tanaman melon pada dasarnya dapat dibudidayakan pada berbagai ragam keadaan topografi tanah, baik pada topografi yang bergelombang hingga yang datar asalkan mendapat sinar matahari secara penuh pada areal pertanaman. Disamping itu, lokasinya dekat dengan sumber air tanah (sumur pompa) karena melon memerlukan air agak banyak, terutama pada musim kemarau dan air tanah merupakan sumber pengairan yang baik untuk tanaman melon.

  1. Geografis tanah

Letak geografis tanah berhubungan erat dengan keadaan suhu udara, kelembaban udara, penyinaran matahari, dan curah hujan sehingga sangat berpengaruh pula terhadap pertumbuhan tanman. Ketinggian tempat atau letak geografis yang cocok untuk pertumbuhan tanaman melon adalah pada daerah yang mempunyai ketinggai sekitar 300-1.000 m di atas permukaan laut.

C. MEDIA TUMBUH

Media yang digunakan dalam pembibitan melon adalah tanah. Tanah yang dipergunakan sebagai media semai adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandungan 2 : 1 dan ditambahkan sedikit Furadan 3G, kemudian diaduk sampai merata. Campuran tanah tersebut dimasukkan dalam kantong polybag berukuran 6 x 10 cm atau 8 x 12 cm. Dibagian bawah polybag harus diberi lubang agar air yang berlebihan dapat keluar melalui lubang tersebut.

Kantong polybag sebaiknya berwarna hitan karena dapat menyerap panas lebih besar sehingga kondisi media tanah lebih baik. Kantong polybag yang telah diisi media tanah segera disusun pada tempat persemaian yang telah dipersiapkan secara teratur sesuai dengan panjang dan lebar persemaian.siram media tanah secukupnya untuk mempersiapkan penanaman benih melon setelah berkecambah.

D. PENYEMAIAN

Kontruksi maupun lokasi persemaian harus diperhitungkan agar benih yang disemaikan benar-benar berada dalam kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhannya secara optimal.

1. Konstruksi Persemaian

Tanah tempat persemaian yang hendak digunakan untuk menyusun polybag tempat penyemaian benih hendaknya ditinggikan sekitar 30-40 cm dari tanah sekitarnya agar air tidak menggenangi, terutama dimusim penghujan. Tempat bedengan dapat dibuat berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 4-6 m, lebar 100-110 cm dan pada bagian tepi bedengan diberi penyekat dari belahan bambo agar posisi bibit pada polybag dapat berdiri tegak. Rumput-rumput atau jenis gulma lain disekitar persemaian harus dibersihkan, agar tidak menjadi inang bagi berkembangnya hama dan penyakit.

Konstruksi atap persemaian atap dapat dibuat dengan berbagai bentuk ragam, tetapi yang umum digunakan adalah bentuk setengah lingkaran dengan kerangka bambu. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penutup adalah bahan plastic transparan atau kain kasa yang berlubang kecil-kecil. Penutup sungkup tempat persemaian berfungsi untuk mencegah serangan hama dan hewan lain yang dapat menganggu bibit dipersemaian.

2. Lokasi Persemaian

Untuk pemilihan lokasi persemaian harus mempertimbangkan beberapa hal, yakni:

a. Dekat dengan sumber air yang cukup karena pada periode awal pertumbuahan bibit sering diairi.

b. Dekat dengan jalan sehingga memudahkan pengawasan.

c. Bebas dari banjir dan genangan air.

d. Berada di lahan terbuka, tidak terlindung oleh atau bangunan yang lebih tinggi sehingga tempat persemaian cukup memperoleh cahaya matahari.

e. Dekat denga areal penanaman sehingga memudahkan dalam pengangkutan.

f. Tanah sekitar pembibitan terbebas dari hama dan penyakit.

Benih yang telah berkecambah (calon akar telah keluar sepanjang 3-5mm) segera dipindahkan ke kaontong polybag yang sudah disiapkan sebelumnya. Basahi media tanah dalam polybag sebelum dilakukan penanaman sampai meresap ke bagian dasar polybag. Selanjutnya dibuat lubang tanam sebesar pensil dengan kedalaman sekitar 1-2 cm.

Masukkan benih pada lubang tanam dengan posisi miring (agak tidur), kemudian ditimbun dengan sisa media tanah maksimal setinggi 1 cm. Penimbunan yang terlalu dalam akan menghambat proses perkecamabahan benih bahkan benih dapat membusuk (rusak).

Perkecambahan benih melon bersifat epigel karena dalam proses perkecambahan, biji terangkat kepermukaan tanah dan kulit terbuka bersamaan dengan perkembangan daunnya sedangkan akar tetap tinggal dalam media tanah. Oleh karena itu, media tanah yang digunakan sebagai penutup benih harus gembur (tanah tidak padat). Jika telah berumur sekitar 9-11 hari bibit melon siap di pindah.

2.2 Luas Pangsa Pasar

Pasar disini bisa diartikan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau tempat dimana permintaan dan penawaran saling bertemu untuk membentuk suatu harga. Untuk itu kami ingin membuat sebuah usaha bisnis yang setelah dipertimbangkan bisnis yang ingin kami jalankan adalah pembibitan melon yang hasilnya akan dipasarkan.

Mula-mula pasar yang ingin kami jangkau yaitu kepada para petani yang sulit mendapatkan bibit melon, dan selanjutnya keperusahaan-perusahaan yang bergerak dalam budidaya buah-buahan. Perusahaan ini menjadi target kami karena permintaannya dalam jumlah yang cukup besar.

2.3 Pasar Sasaran

Untuk bisnis pembibitan tanaman melon tersebut, sasaran pasar yang ingin kami tuju adalah

· Penjual bibit buah-buahan. Dengan jasa mereka, penjualan bibit melon akan bisa lebih ditingkatkan.

· Penjual tanaman perkebunan.

· Petani di daerah sekitar.

· Perusahaan budidaya buah-buahan.

2.3 Produk dan Spesifikasi

Bidang usaha ini merupakan badan usaha yang bergerak di bidang pembibitan tanaman melon dan agribisnis, dengan mengedepankan manajemen terpadu, serta berorientasi teknologi lingkungan. Usaha yang akan kami kembangkan meliputi :

• Usaha perbenihan tanaman melon.

2.4 Harga Jual Produk

Berikut ini adalah kisaran harga bibit melon yang kami tawarkan langsung ke konsumen dengan harga Rp. 700,00/ bibit.

2.5 Alternatif Kegagalan

Alternatif kegagalan merupakan suatu kondisi dimana usaha yang dilakukan meleset dari perkiraan, biasanya dalam proses produksi. Di dalam usaha ini bila :

  1. Kegagalan pemasaran

Bila terjadi hal demikian maka kelompok kerja kami perlu peningkatan dalam hal promosi produk, serta meningkatkan kembali kepercayaan pembeli mengenai hasil produksi kami.

  1. Kegagalan produksi

Dalam hal ini kelompok kerja kami lebih menfokuskannya sehingga kami berani meyakinkan kepada konsumen bahwa bibit melon ini tidak akan gagal dalam produksi. Selama para pembeli mengikuti anjuran pembudidayaan yang kami berikan. Kemudian bila pada saat terjadi hal demikian pada konsumen kami siap mengganti dengan bibit baru tentunya dengan tenggang waktu tertentu.

2.6 Lingkup Organisasi




2.7 Analisis SWOT

ü Strength (kekuatan)

- buah melon semakin banyak diminati masyarakat

- semakin banyaknya industri-industri yang memproduksi makanan dan minuman berbahan baku melon

- memberikan keuntungan yang cukup besar

ü Weakness (kelemahan)

- banyak petani melon yang mengalami kegagalan panen karena serangan hama dan penyakit

- dalam pembibitannya memerlukan biaya yang cukup besar

ü Opportunities (peluang)

- tempatnya dekat dengan kota

- pesaing dalam bisnis ini sangat sedikit sekali, tidak terlalu banyak orang yang membibitkan melon sehingga bisnis ini dapat berkembang dengan baik.

ü Threats (hambatan)

- tanaman melon rentan terserang hama dan penyakit

- biaya yang dikeluarkan cukup besar


BAB III

ASPEK FINANSIAL

3.1 Analisis Perhitungan

Biaya dan pendapatan

1.

Penerimaan

Produksi total (bibit)

Harga (Rp)

Penerimaan

21.000

700

14.700.000

2.

a.

Biaya

Biaya variable

Benih (28 bungkus x @ Rp 61.000)

Polybag (10 kg x 4.000)

Bamboo

Plastic transparan

Kain kasa

Pupuk kandang

Tali rafia

Furudan 3G

Tenaga kerja luar

Listrik

Air

Nilai sewa lahan

Jumlah

Biaya variable perunit (Rp/kg)

1.708.000

40.000

150.000

50.000

50.000

300.000

250.000

135.000

800.000

100.000

90.000

750.000

4.423.000

210

b.

3.

Biaya tetap

Total biaya

214.000

4.637.000

4.

pendapatan

10.063.000

5.

Keuntungan

Upah tenaga kerja keluarga

keuntungan

500.000

10.063.000

BEP Penerimaan = Rp 305.714/bibit

BEP Produksi = Rp 437/bibit

BEP Harga = Rp 220/bibit

ANALISIS R/C RATIO :

R/C RATIO = jumlah penerimaan / jumlah biaya produksi

= 14.700.000/ 4.637.000

= 3,17

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari analisis perhitungan dapat di perhitungkan nilai keuntungan yaitu sebesar Rp 10.063.000 dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 4.637.000. R/C rasio sebesar 3,17 berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dipakai dalam aktifitas usaha tani pembenihan melon akan diperoleh penerimaan sebagai hasil kegiatan usaha tani tersebut.

4.2 Saran

  • Setiap melakukan usaha pembibitan dilakukan pengamatan pasar tentang bibit apa saja yang banyak dicari dan dibutuhkan oleh konsumen.

Kamis, 01 Oktober 2009

ORDO LEPIDOPTERA

Ordo Lepidoptera atau 'serangga bersayap sisik' (lepis, sisik dan pteron, sayap) karena sayap sisiknya mempunyai corak serta pola warna.

Ordo Lepidoptera dibagi menjadi 2 sub ordo:

a. Sub ordo Rhopalocera (kupu-kupu siang)

Contohnya:

  • Hama kelapa (Hidari irava)
  • Hama daun pisang (Erlonata thrax)
  • Kupu-kupu pastur (Papiliomemnon)
  • Kupu sirama-rama (Attacus atlas)

b. Sub ordo Heterocera (kupu-kupu malam)

Sering juga disebut ngengat.

NGENGAT

Ngengat adalah serangga yang berhubungan dekat dengan kupu-kupu dan kedua-duanya termasuk kedalam Ordo Lepidoptera. Perbedaan diantara kupu-kupu dan ngengat lebih dari taksonomi. Kadang nama "Rhopalocera" (kupu-kupu) dan "Heterocera" (ngengat) digunakan untuk memformalisasikan perbedaan mereka.

Ciri-ciri:

· Ngengat kebanyakan aktif di waktu malam (nocturnal)

· Ngengat hinggap dengan membentangkan sayapnya

· Ngengat mempunyai warna sayap cenderung gelap, kusam atau kelabu

· Antena ngengat seperti kawat lampu yang ditempel di kepalanya

· Ngengat melalui tahap-tahap hidup sebagai telur, ulat, kepompong, dan akhirnya bermetamorfosa menjadi ngengat.

· Jika hinggap kedudukan sayap mendatar membentuk otot

· Tipe mulut mengisap dengan alat penghisap berupa belalai yang dapat dijulurkan.

Ngengat dan ulatnya adalah salah satu hama perkebunan di banyak bagian di bumi. Ulat dari ngengat gipsi (Lymantria dispar), sebuah spesies invasif menyebabkan kerusakan yang parah terhadap hutan di amerika Serikat Timur Laut. Di daerah beriklim sedang ngengat codling menyebabkan kerusakan yang parah terutama pada perkebunan buah. Di daerah tropis dan subtropis ulat kubis (Plutella xylostella) mungkin adalah hama tanaman kubis-kubisan yang paling ganas.

Beberapa ngengat pada keluarga Tineidae seringkali di anggap sebagai hama karena larvanya memakan bahan kain seperti baju dan selimut yang dibuat dari serat alami seperti woll dan sutra, mereka namun biasanya tidak memakan material yang dicampur dengan serat buatan. Kapur barus adalah penangkal ngengat yang paling sering digunakan dan dianggap cukup efektif namun ada kekuatiran akan pengaruhnya pada kesehatan manusia. Larva ngengat dapat dibunuh dengan membekukan barang yang mereka serang untuk beberapa hari pada suhu dibawah -8 derajat selsius.

Ngengat cukup tahan banting dan lebih tidak rentan pada pembasmi hama dibandingkan nyamuk dan lalat. Perlu dicatat bahwa ngengat dewasa namun tidak memakan bahan kain. Ngengat besar seperti Lun, Polyphemus, Atlas, Prometheus, Cercropia, tidak mempunyai mulut dan mereka meminum nektar untuk makanannya.

Ngangat dapat ditemukan mengitari cahaya buatan. Satu hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan fenomena ini adalah bahwa mereka menggunakan sebuah teknik navigasi bintang yang dinamakan orientsi lintant. Dengan menjaga sebuah sudut yang tetap dengan sebuah objek langit yang terang (bulan) ngengat dapat terbang pada garis lurus. Objek angkasa ini sangatlah jauh sehingga bahkan setelah terbang dengan jauh tidak ada perbedaan sudut yang berarti namun hal ini akan berbeda dengan cahaya buatan.

Cahaya buatan manusia belum muncul cukup lama untuk mempengaruhi evolusi sistem navigasi ngengat. ketika ngengat menemukan sebuah cahaya buatan yang lebih dekat dan menggunakannya untuk navigasi, sudutnya berubah dengan signifikan setelah menempuh jarak yang dekat insting dari ngengat tersebut mencoba memperbaikinya dengan berbelok ke arah cahaya dan hal ini pada akhirnya megakibatkan pola terbang spiral yang semakin mendeka pada sumber cahaya.

Hal ini dapat berakibat fatal bagi si ngengat apabila sumber cahaya buatan itu dapat membunuhnya seperti misalnya lilin atau pengejut serangga.

Teori lain yang telah diajukan untuk menjelaskan ketertarikan ngengat jantan terhadap lilin didasarkan dari indra penciuman. Ada bukti bahwa penciuman mungkin, pada beberapa kasus, diperantarai dengan pendetaksian spektra infra-merah dari sebuah bahan dan spektra inframerah dari api lilin kebetulan mengandung garis-garis emisi yang mirip dengan frekuensi getar feromon ngengat betina sehingga ia tertarik pada api lilin.

Bunga yang mekar di malam hari biasanya bergantung kepada ngengat (atau kelelawar) untuk penyerbukannya, dan cahaya buatan dapat mengundang ngengat jauh dari bunga yang membutuhkannya. Sebuah cara untuk menghindari ini adalah dengan menaruh bahan kain atau jala disekitar lampu atau menggunakan cahaya lampu berwarna (disarankan warna merah) untuk menghalau perhatian ngengat pada chaya buatan tersebut.

Berikut contoh jenis ngengat yang merugikan dalam bidang pertanian

1. Corcyra cephalonica (Stain.), Ngengat beras, Ulat nonol beras, the rice moth (Pyralidae)

Inang: beras

Deskripsi:

Ngengat berwarna kelabu coklat dan agak pucat, panjang tubuh kurang lebih 11-12 mm. Apabila sayap direntangkan panjangnya antara 12-15 mm. Telur berbentuk bulat dengan diameter 0,5 mm berwarna putih kelabu, sedangkan ulat yang besar warnanya bervariasi dari kelabu keputih-putihan sampai agak coklat. Panjang ulat pada pertumbuhan pebuh 13-17 mm. Kepompong berwarna putih kecoklat-coklatan berada dalam kokon dan panjangnya 8-10 mm. Ngengat pada umumnya aktif pada sore atau malam hari, tetapi kadang-kadang juga aktif pada siang hari di tempat yang gelap. Ngengat betina dapat hidup selama 10 hari, tetapi kalau sudah bertelur mereka akan lebih cepat mati. Telur menetas setelah 4-8 hari (rata-rata 6 hari). Setelah menetas ulat segera mengikat atau menggandeng-gandeng bahan dengan benang suteranya. Menjelang kepompong ulat naik ke permukaan bahan dan membuat kokon dengan menganyam benang sutera di antara butir-butir bahan simpanan. Periode ulat berlangsung 28-35 hari sedangkan kepompongnya antara 5-8 hari. Jadi daur hidup serangga ini berkisar antara 37-51 hari.

2. Sitotroga cerealella (Oliv.), Ngengat gabah (Gelechiidae)

Inang: Gabah, jagung, sorghum


Deskripsi:

Ngengat berwarna kuning kecoklat-coklatan mengkilat. Tubuhnya kecil dengan panjang 3-4 mm, sedangkan sayap depan bila direntangkan kira-kira 11 mm. Telurnya agak jernih, bulat dan mengkilat dengan diameter ¼ mm dan hanya dapat dilihat jelas di bawah mikroskup. Ulat kecil berwarna putih kekuning-kuningan dengan kepala berwarna coklat. Pada pertumbuhan penuh, panjangnya sekitar 6 mm. Kepompong berwarna coklat muda panjang kurang lebih 3 ½ mm. Ngengat meletakkan telur satu per satu pada gabah dan diselipkan di bagian yang terlindung dekat lembaga. Setelah 3-4 hari telur menetas dan ulat menggerek masuk ke dalam butiran. Tiap butiran biasanya hanya ditempati seekor ulat, tetapi ada kalanya 2 ekor ulat ditemukan dalam satu butir. Sebelum berkepompong, ulat membuat lubang keluar dan kemudian ditutup dengan anyaman benang suteranya. Periode ulat berlangsung selama kurang lebih 3 ½ minggu .

MIKORIZA MENINGKATKAN AGREGAT TANAH DAN MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P

Mata Kuliah Kesuburan Dan Kesehatan Tanah

ABSTRAK

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.

Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.

Kata kunci: mikoriza, bioteknologi, kesuburan tanah

TINJAUAN PUSTAKA

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air.

Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan akan memburukkan struktur tanah, lebih-laebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah

Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau masa tanpa kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau masa dengan dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan. Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.

PEMBAHASAN

Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza.

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap.

Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.

Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah.

Meningkatkan Serapan Hara P

Hal sangat penting, yaitu Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.cendawan mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat (my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek, phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik, merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++), dan protein.

Phytat di dalam tanah merupakan sumber phosphat, dengan bantuan enzim phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, phosphor bebas dan mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat dalam siklus dan dapat memanen unsur P.

Di beberapa negara terungkap bahwa beberapa jenis tanaman memberikan respon positif terhadap inokulasi cendawan mikoriza (MVA). Tanaman bermikoriza dapat menyerap P, dalam jumlah beberapa kali lebih besar dibanding tanaman tanpa mikoriza, khususnya pada tanah yang miskin P. Disamping itu tanaman yang terinfeksi MVA ternyata daya tahan tanaman dan laju fotosintesis lebih tinggi dibanding tanaman tanpa MVA, meskipun konsentrasi P pada daun rendah (kekurangan). Dengan adanya hifa (benang-benang yang bergerak luas penyebarannya), maka tanaman menjadi lebih tahan kekeringan. Hifa cendawan ini memiliki kemampuan istimewa, disaat akar tanaman sudah kesulitan menyerap air, hifa jamur masih mampu meyerap air dari pori-pori tanah.

Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan tropis, yang melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al., (2006) menyatakan bahwa lahan kering masam di Lampung Tengah banyak mengandung mikoriza vesikular-arbuskular, yang diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu mencapai 70,50–90,33%. Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang produktif, namun sangat luas ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan (Sudaryono, 2006). Lahan kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan kesuburannya untuk digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.

Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen, 1997). Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004).

Dengan demikian inokulasi mikoriza diharapkan dapat membantu dalam merehabilitasi lahan kritis, yang sampai saat ini belum ada usaha pelestarian lahan kritis secara maksimal. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994).

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :

RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 %

Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza dengan respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).

Aplikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular Dalam Program Reboisasi

Perhatian utama pada cendawan mikoriza vesikular arbuskular, karena peranannya sebagai simbion perakaran dari hampir semua jenis tanaman, dan kesuksesannya sebagai jaringan penyerap nutrisi utama dari beragam tanaman, termasuk yang digunakan dalam program reboisasi di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan program ini, telah diberikan Asosiasi Mycorrhizal Indonesia, yang memberikan informasi dan berbagai teknik untuk para ilmuwan Indonesia yang meneliti dan bekerja dengan objek jamur ini secara kelompok di IPB. Proyek reboisasi juga mendukung pengadaan koleksi germ plasm dari spesies asli jamur mikoriza arbuskular di IPB, yang akhirnya dikembangkan secara komersil.

Dalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza, menggunakan akar yang mengandung mikoriza, menggunakan miselia cendawan, dan menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul.

Inokulum (bahan yang mengandung mikoriza) diberikan bersama pada waktu persemaian. Pada lahan yang sudah pernah diinokulasi dengan inokulum mikoriza, untuk penanaman berikutnya tidak perlu diinokulasi lagi, karena masih dapat bertahan untuk periode selanjutnya.

Banyak ahli dari berbagai negara mencoba menumbuhkan (menginokulasikan) mikoriza secara buatan. Di IPB, ahli mikoriza telah membuatnya dalam bentuk tablet dan sudah diujicobakan pada tanah di daerah Lampung, Kalimantan, dan di kebun percobaan kampus Dermaga. Percobaan diterapkan pada bibit-bibit tanaman industri, dan hasilnya tanaman yang diberi pil tablet mikoriza pada akarnya, dapat tumbuh dua sampai tiga kali lebih cepat.

Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu, ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7 sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk itu dimasukan kedalam kapsul.

Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman. Setelah diberikan pada bibit tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada akar tanaman. Miselianya dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti perkembangan akar, lebih mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan demikian tanaman tumbuh lebih bongsor. Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman pinus. Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah daya serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%, dan Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan kembali pada tanah asam.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan ilmu-ilmu pertanian khususnya pemanfaatan VA mikoriza untuk memacu pertumbuhan dan pengendalian serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp pada tanaman tomat. Penggunaan VA mikoriza merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian hama dan penyakit secara biologi yang aman terhadap lingkungan

Jumlah takaran VA mikoriza yang digunakan yaitu 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 gram. Biakan VA mikoriza diinfeksikan pada tanaman tomat yang berumur 14 hari. Sebagai pembanding, ditanan tomat yang tanpa inokulasi VA mikoriza . Pada hari ke 29 tanaman tomat diberi suspensi nematoda Meloidogyne spp sebanyak 1 ml per tanaman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VA mikorisa dapat mengendalikan serangan nematoda Meloidogyne spp pada juml;ah takaran 1,00; 1.500 dan 2.00 gram. Sedangkan hasil yang paling baik dan efektif terjadi pada penggunaan VA mikoriza 2,00 gram (Hardiatmi S.J.M, 2008)

Peranan Mikoriza Pada Perbaikan Lahan Kritis

Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997).

Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mg P/tanaman menjadi 2,15 mg P/tanaman., sedangkan hasil kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tanaman menjadi 5,13 g biji/tanaman. Pada tanah Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tanaman menjadi 2,66 mg P/tanaman, dan hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tanaman menjadi 5,98 g biji/tanaman. Penelitian pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).

Disamping untuk tanaman pangan, penghutanan kembali lahan alang-alang juga sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologi di wilayah tersebut dan daerah hilirnya. Kegagalan program reboisasi yang dilakukan di lahan alang-alang dapat diatasi dengan menginokulasikan mikoriza pada bibit tanaman penghijauan. Bibit yang sudah bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi yang ekstrim dan berkompetisi dengan alang-alang. Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada tanah kahat hara menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman Afzelia africana dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh tanaman hutan tersebut (Tabel 1 ). Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan bahwa tanaman asli yang berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza.
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air.

Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara NPK.

Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air.

Tanah yang memiliki salinitas sedang sampai tinggi banyak ditemukan di daerah yang beriklim kering dimana curah hujan jauh lebih rendah dari laju evapotranspirasi sehingga terjadi akumulasi garam mudah larut di dekat permukaan tanah. Salinitas tinggi juga dapat ditemukan di daerah-daerah pantai dimana air pasang laut secara periodik akan menggenangi lahan tersebut. Di daerah tertentu dimana air tawar susah didapat, kadang-kadang terpaksa menggunakan air bersalinitas tinggi sebagai air irigasi. Dalam kondisi salinitas tinggi, jarang ada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik, karena keracunan NaCl atau potensial osmotik yang rendah dalam sel dibandingkan dengan larutan tanah. Dengan demikian maka perlu dicari tanaman yang toleran terhadap salinitas atau memodifikasi lingkungan sehingga tanaman mampu bertahan dibawah kondisi demikian.

Cendawan VAM seperti Glomus spp mampu hidup dan berkembang dibawah kondisi salinitas yang tinggi dan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kehilangan hasil karena salinitas (Lozano et al, 2000). Mekanisme perlindungannya belum diketahui dengan pasti, tapi diduga disebabkan karena meningkatnya serapan hara immobil seperti P, Zn dan Cu (Al-Kariki, 2000). Lebih lanjut Al-Kariki (2000) mendapatkan bahwa tanaman tomat yang diinokulasi dengan mikoriza pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan tanpa mikoriza. Konsentrasi P dan K rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini berarti bahwa cendawan VAM dapat sebagai filter bagi unsur hara tertentu yang tidak dikehendaki oleh tanaman. Peneliti lain, Lozano et al (2000) membandingkan efektivitas Glomus deserticola dengan Glomus sp lainnya yang merupakan cendawan autochthonous lahan salin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Glomus deserticola lebih efektif dari Glomus sp.


DAFTAR PUSTAKA

Asyakur. 2007. Mikoriza, Tanah dan Tanaman di Lahan Kering.. http://mbojo.wordpress.com/2007/06/20/mikoriza-tanah-dan-tanaman-di-lahan-kering/. Diakses pada tanggal 20 September 2009

Hakim, Nurhajati., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal. ____________

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 September 2009

Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor