Kamis, 01 Oktober 2009

MIKORIZA MENINGKATKAN AGREGAT TANAH DAN MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P

Mata Kuliah Kesuburan Dan Kesehatan Tanah

ABSTRAK

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.

Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.

Kata kunci: mikoriza, bioteknologi, kesuburan tanah

TINJAUAN PUSTAKA

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air.

Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan akan memburukkan struktur tanah, lebih-laebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah

Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau masa tanpa kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau masa dengan dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan. Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.

PEMBAHASAN

Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza.

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap.

Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.

Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah.

Meningkatkan Serapan Hara P

Hal sangat penting, yaitu Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.cendawan mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat (my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek, phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik, merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++), dan protein.

Phytat di dalam tanah merupakan sumber phosphat, dengan bantuan enzim phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, phosphor bebas dan mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat dalam siklus dan dapat memanen unsur P.

Di beberapa negara terungkap bahwa beberapa jenis tanaman memberikan respon positif terhadap inokulasi cendawan mikoriza (MVA). Tanaman bermikoriza dapat menyerap P, dalam jumlah beberapa kali lebih besar dibanding tanaman tanpa mikoriza, khususnya pada tanah yang miskin P. Disamping itu tanaman yang terinfeksi MVA ternyata daya tahan tanaman dan laju fotosintesis lebih tinggi dibanding tanaman tanpa MVA, meskipun konsentrasi P pada daun rendah (kekurangan). Dengan adanya hifa (benang-benang yang bergerak luas penyebarannya), maka tanaman menjadi lebih tahan kekeringan. Hifa cendawan ini memiliki kemampuan istimewa, disaat akar tanaman sudah kesulitan menyerap air, hifa jamur masih mampu meyerap air dari pori-pori tanah.

Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan tropis, yang melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al., (2006) menyatakan bahwa lahan kering masam di Lampung Tengah banyak mengandung mikoriza vesikular-arbuskular, yang diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu mencapai 70,50–90,33%. Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang produktif, namun sangat luas ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan (Sudaryono, 2006). Lahan kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan kesuburannya untuk digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.

Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen, 1997). Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004).

Dengan demikian inokulasi mikoriza diharapkan dapat membantu dalam merehabilitasi lahan kritis, yang sampai saat ini belum ada usaha pelestarian lahan kritis secara maksimal. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994).

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :

RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 %

Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza dengan respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).

Aplikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular Dalam Program Reboisasi

Perhatian utama pada cendawan mikoriza vesikular arbuskular, karena peranannya sebagai simbion perakaran dari hampir semua jenis tanaman, dan kesuksesannya sebagai jaringan penyerap nutrisi utama dari beragam tanaman, termasuk yang digunakan dalam program reboisasi di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan program ini, telah diberikan Asosiasi Mycorrhizal Indonesia, yang memberikan informasi dan berbagai teknik untuk para ilmuwan Indonesia yang meneliti dan bekerja dengan objek jamur ini secara kelompok di IPB. Proyek reboisasi juga mendukung pengadaan koleksi germ plasm dari spesies asli jamur mikoriza arbuskular di IPB, yang akhirnya dikembangkan secara komersil.

Dalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza, menggunakan akar yang mengandung mikoriza, menggunakan miselia cendawan, dan menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul.

Inokulum (bahan yang mengandung mikoriza) diberikan bersama pada waktu persemaian. Pada lahan yang sudah pernah diinokulasi dengan inokulum mikoriza, untuk penanaman berikutnya tidak perlu diinokulasi lagi, karena masih dapat bertahan untuk periode selanjutnya.

Banyak ahli dari berbagai negara mencoba menumbuhkan (menginokulasikan) mikoriza secara buatan. Di IPB, ahli mikoriza telah membuatnya dalam bentuk tablet dan sudah diujicobakan pada tanah di daerah Lampung, Kalimantan, dan di kebun percobaan kampus Dermaga. Percobaan diterapkan pada bibit-bibit tanaman industri, dan hasilnya tanaman yang diberi pil tablet mikoriza pada akarnya, dapat tumbuh dua sampai tiga kali lebih cepat.

Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu, ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7 sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk itu dimasukan kedalam kapsul.

Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman. Setelah diberikan pada bibit tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada akar tanaman. Miselianya dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti perkembangan akar, lebih mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan demikian tanaman tumbuh lebih bongsor. Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman pinus. Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah daya serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%, dan Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan kembali pada tanah asam.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan ilmu-ilmu pertanian khususnya pemanfaatan VA mikoriza untuk memacu pertumbuhan dan pengendalian serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp pada tanaman tomat. Penggunaan VA mikoriza merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian hama dan penyakit secara biologi yang aman terhadap lingkungan

Jumlah takaran VA mikoriza yang digunakan yaitu 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 gram. Biakan VA mikoriza diinfeksikan pada tanaman tomat yang berumur 14 hari. Sebagai pembanding, ditanan tomat yang tanpa inokulasi VA mikoriza . Pada hari ke 29 tanaman tomat diberi suspensi nematoda Meloidogyne spp sebanyak 1 ml per tanaman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VA mikorisa dapat mengendalikan serangan nematoda Meloidogyne spp pada juml;ah takaran 1,00; 1.500 dan 2.00 gram. Sedangkan hasil yang paling baik dan efektif terjadi pada penggunaan VA mikoriza 2,00 gram (Hardiatmi S.J.M, 2008)

Peranan Mikoriza Pada Perbaikan Lahan Kritis

Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997).

Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mg P/tanaman menjadi 2,15 mg P/tanaman., sedangkan hasil kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tanaman menjadi 5,13 g biji/tanaman. Pada tanah Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tanaman menjadi 2,66 mg P/tanaman, dan hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tanaman menjadi 5,98 g biji/tanaman. Penelitian pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).

Disamping untuk tanaman pangan, penghutanan kembali lahan alang-alang juga sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologi di wilayah tersebut dan daerah hilirnya. Kegagalan program reboisasi yang dilakukan di lahan alang-alang dapat diatasi dengan menginokulasikan mikoriza pada bibit tanaman penghijauan. Bibit yang sudah bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi yang ekstrim dan berkompetisi dengan alang-alang. Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada tanah kahat hara menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman Afzelia africana dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh tanaman hutan tersebut (Tabel 1 ). Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan bahwa tanaman asli yang berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza.
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air.

Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara NPK.

Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air.

Tanah yang memiliki salinitas sedang sampai tinggi banyak ditemukan di daerah yang beriklim kering dimana curah hujan jauh lebih rendah dari laju evapotranspirasi sehingga terjadi akumulasi garam mudah larut di dekat permukaan tanah. Salinitas tinggi juga dapat ditemukan di daerah-daerah pantai dimana air pasang laut secara periodik akan menggenangi lahan tersebut. Di daerah tertentu dimana air tawar susah didapat, kadang-kadang terpaksa menggunakan air bersalinitas tinggi sebagai air irigasi. Dalam kondisi salinitas tinggi, jarang ada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik, karena keracunan NaCl atau potensial osmotik yang rendah dalam sel dibandingkan dengan larutan tanah. Dengan demikian maka perlu dicari tanaman yang toleran terhadap salinitas atau memodifikasi lingkungan sehingga tanaman mampu bertahan dibawah kondisi demikian.

Cendawan VAM seperti Glomus spp mampu hidup dan berkembang dibawah kondisi salinitas yang tinggi dan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kehilangan hasil karena salinitas (Lozano et al, 2000). Mekanisme perlindungannya belum diketahui dengan pasti, tapi diduga disebabkan karena meningkatnya serapan hara immobil seperti P, Zn dan Cu (Al-Kariki, 2000). Lebih lanjut Al-Kariki (2000) mendapatkan bahwa tanaman tomat yang diinokulasi dengan mikoriza pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan tanpa mikoriza. Konsentrasi P dan K rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini berarti bahwa cendawan VAM dapat sebagai filter bagi unsur hara tertentu yang tidak dikehendaki oleh tanaman. Peneliti lain, Lozano et al (2000) membandingkan efektivitas Glomus deserticola dengan Glomus sp lainnya yang merupakan cendawan autochthonous lahan salin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Glomus deserticola lebih efektif dari Glomus sp.


DAFTAR PUSTAKA

Asyakur. 2007. Mikoriza, Tanah dan Tanaman di Lahan Kering.. http://mbojo.wordpress.com/2007/06/20/mikoriza-tanah-dan-tanaman-di-lahan-kering/. Diakses pada tanggal 20 September 2009

Hakim, Nurhajati., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal. ____________

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 September 2009

Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar